Press Release
Sehari
bersama Sekretaris Kementrian Pertanian RI
Oleh:
Arinal Haq Izzawati Nurrahma
Ini terbilang kuliah spesial, selain
dosen yang mengajar kami dalam MK Penyimpanan dan Pengujian Mutu benih adalah
orang hebat, kuliah ini telah ditunda selama dua kali karena menyesuaikan dengan
jadwal kesibukan beliau di Kementan. Alhamdulillah, akhirnya Ir. Baran Wirawan,
MSc bisa meluangkan waktu untuk mengajar kami (Indigenous 45) hari ini (Rabu,
21/12).
Pak Baran, begitu civitas Agronomi dan
Hortikultura IPB menyapa beliau, memberikan materi kami tentang bagaimana Sistem
Pengendalian Mutu Benih. Sebelumnya bapak pernah menyampaikan kuliah juga dalam
MK Kapita Selekta Pertanian dengan tema Perbenihan Nasional.
Menurut beliau, tujuan dari
penyimpanan dan pengujian benih yaitu diperolehnya output benih yang bermutu. Jika
benih yang diproduksi adalah benih bermutu, maka yang diterima oleh petani juga
benih bermutu. Benih bermutu sangat penting karena peranannya sangat besar
dalam produksi pangan.
Penggunaan benih bermutu berkaitan
erat dengan varietas yang dilepas. Contohnya pelepasan varietas Ciherang
sebagai pengganti IR-64 mampu meningkatkan produksi beras nasional, sehingga
pada tahun 2008-2010 Indonesia mengalami swasembada beras. Mengetahui rona muka
kami yang bertanya-tanya, “kalau pada tahun tersebut swasembada beras, tetapi
kenapa Indonesia masih mengimpor beras?”, bapak menjelaskan kalau impor beras
dilakukan sebagai cadangan beras nasional ketika menunggu saat panen tiba.
Definisi swasembada adalah jumlah produksi pangan kita melebihi jumlah yang
kita butuhkan. Jika dihitung dari segi produksinya, beras Indonesia jumlahnya
sudah melebihi kebutuhan.
Negara maju telah menerapkan sistem
mekanisasi mesin tanam yang mampu menanam padi dengan jarak tanam terukur pada
lahan yang cukup luas dengan waktu singkat dan efisien. Pada mekanisasi mesin
tanam menghendaki penggunaan benih bermutu. Benih keluar dari hole (lubang) yang telah terukur besarnya sehingga dibutuhkan
benih yang ukurannya seragam agar dapat keluar dengan sesuai. Jika ukuran benih
terlalu kecil, benih akan keluar dari hole lebih dari satu, sedangkan bila
benih terlalu besar dapat menyumbat hole. Dengan teknologi dapat diperoleh
ukuran benih yang seragam, salah satunya dengan seed coating. Melalui seed coating pula dapat dilakukan pelapisan pesticide, plant
grower, fertilizer, dll.
Perkembangan teknologi budidaya harus diikuti juga dengan perkembangan
teknologi perbenihan agar tidak terjadi ketimpangan teknologi.
Bagaimana dengan di Indonesia? Lihat
saja di sepanjang jalur pantai utara ketika musim panen tiba. Banyak tenaga
kerja yang turun ke sawah melakukan pemanenan dengan sabit. Panen dengan metode
seperti ini memberikan loses hasil
panen mencapai 20%. Namun demikian, ketika diperkenalkan teknologi baru yang
padat modal seperti harvester, power trasher yang mampu menekan loses, timbul masalah baru yakni masalah sosial budaya. Penggunaan
alat-alat tersebut membuat banyak tenaga kerja menjadi kehilangan pekerjaannya,
sehingga akan menimbulkan masalah sosial.
Jika saja industri di Indonesia mampu
menyerap tenaga kerja tersebut, sistem pertanian dapat dijalankan dengan lebih
efisien. Dari sistem pertanian yang efisien akan diperoleh harga produk
pertanian yang murah, sehingga produk pertanian mempunyai daya saing dengan
produk impor. Jika harga produk pertanian dalam negeri sudah bersaing, maka
tidak perlu lagi dilakukan impor.
Selain itu, apa sih sebenarnya yang
menyebabkan harga produk pertanian di tingkat pasar itu lebih mahal daripada
produk impor? Begini penjelasan dari bapak, “ di Indonesia itu luasan 1 hektar
dikerjakan untuk 3 orang, sedangkan di Thailand 1 orang mampu memiliki lebih
dari 3 hektar”,. Di Thailand, pasar terintegrasi dengan processing-nya, adalah
hal yang biasa di pasar itu terdapat alat-alat prosesing. Petani langsung
menjual produknya ke pedagang, dan pedagang langsung mengelolanya sendiri di
pasar. Pasar mereka lebih besar, dibangun permanen dan bersih. Kalau di
Indonesia, agar barang sampai ke pasar saja harus melaui rantai yang panjang.
Dari petani ke pengumpul terlebih dahulu, setelah itu ke pedagang sekunder dan
baru sampai ke tingkat pasar.
Sistem pengendalian mutu yang kuat
terbagi dalam tiga lini, yaitu pengendalian hulu, madya dan hilir. Pegendalian
hulu yaitu dalam pengujian, penilaian dan pelepasan varietas
menerapkan DUS test. DUS test (Distinct, Uniform and Stability) test merupakan
syarat mutlak suatu varietas baru yang akan dilepas. Pengendalian
madya yaitu dalam proses produksi benih, memperbanyak benih dari BS
ke FS, SS dan ES. Pengendalian hilir yaitu mengawasi peredaran benih di
lapang, mulai dari distribusi hingga ke pemasarannya.
Benih bermutu itu harus baik dan
benar. Baik secara fisik dan fisiologis, serta benar secara genetiknya. Begitu
ungkap Bapak mengakhiri kuliah dengan kalimat yang sering disampaikan Bapak
Sadjad.
Santai dan mengena, begitulah kuliah
benih hari ini. Terimakasih bapak telah membuka cakrawala berpikir kami, semoga
akhir tahun ini memberikan pengetahuan yang lebih matang mengenai sistem
perbenihan Indonesia dan di tahun yang akan datang kami mampu melanjutkan
perjuangan-perjuangan para pendahulu kami.
Kuliah MK Penyimpanan dan Pengujian Mutu Benih
Rabu, 21 Desember 2011
Ruang Seminar (Wing 13 Level 6)
Departemen Agronomi dan Hortikultura
Institut Pertanian
Bogor