Sampah: Antara Kebiasaan dan Sikap

Monday, November 24, 2014

Rasanya gregetan tingkat akut usai kegiatan pelatihan penulisan artikel ilmiah. Ya seketika saya tengok ruangan penuh kardus snack konsumsi berserakan di meja, kursi, dan bahkan kolong kursi. Saya lupa, ini Indonesia bukan Jepang, harusnya dibuat trik 'pengambilan konsumsi makan siang, atau mungkin pengambilan sertifikat dapat dilakukan dengan menukar kardus snack kosong'. 

Dan seketika saya ambil trash bag, dan mulai memunguti satu per satu kardus snack yang berserakan di dalam ruangan. Daripada saya marah-marah sendiri nggak jelas, yang lain belum tentu respon, lebih baik energinya untuk melakukan hal positif saja.

Sejak kecil saya biasa menyisakan tempat atau menyediakan kantong khusus untuk sampah atau plastik, jadi ketika saya berada di tempat umum dan tidak menemukan tempat sampah, saya akan memasukkan ke kantong khusus tersebut, dan seketika sampai rumah baru saya buang ke tempat sampah. Dan kebiasaan ini berlanjut sampai sekarang.

Alhamdulillah saya sudah punya kebiasaan itu, jadi ketika berada di Jepang saya tidak terkejut sama sekali. Di Jepang saya hampir tidak menemukan tempat sampah dengan mudah selain di kampus, stasiun, dan terakhir di apartemen kami. Akhirnya juga kami menyimpan sampah kami untuk di buang pada tempat sampah yang sudah disediakan. Herannya saya, meski tong sampah sulit dijumpai, namun kebersihan lingkungannya kentara sekali. 

Demikian ketika makan di restoran atau food court, kami membawa baki makanan kami sendiri dan setelah selesai makan kami juga menyerahkan baki kami ke bagian yang telah ditentukan. Jadi meja yang kami tinggalkan tetap dalam kondisi bersih, dan pelanggan lain yang ingin menempati tidak perlu menunggu pelayan membersihkan karena kami meninggalkannya dalam kondisi bersih. 

Lain Jepang, lain pula Indonesia. Meski tong sampah tersedia banyak dimana-mana, namun sampah juga berserakan dimana-mana. Di restoran pun demikian.. alamak meja kotor sekali.. 

Yang begini-begini nih.. sebenernya simple sih. Satu orang aja mau berubah, nanti lingkungan juga akan berubah. Nah yang susah itu ngajak orang buat berubah. Sampai keki juga belum tentu berubah. Kesadarannya kurang, mungkin mereka berpikir ah nanti pasti juga ada yang membersihkan. Makanya sampai ada yang namanya 'tukang sampah' alias tukang yang suka mungut-mungut sampah berserakan.

baca juga tulisan saya di website FORSCA terkait sampah 

You Might Also Like

0 comments