1st Day in Australia - Melbourne
Thursday, October 15, 2015Selamat datang Benua Kanguru!
Selamat datang tantangan!
Selamat datang cerita!
Beberapa
hari sebelumnya saya sempat bertanya terkait cuaca ke teman yang tinggal di Canberra, dan akhirnya saya
membawa jaket dingin karena cuaca yang masih ekstrim. Namun, begitu saya
menginjakkan kaki di Melbourne yang saya rasakan justru suhu yang cukup
tinggi. Wah, sepertinya ada yang salah.
Custom and Immigration
Setelah
dari kamar mandi, sebelum memasuki imigrasi seluruh pendatang wajib
mengisi travel history dan deklarasi barang-barang yang dibawa. Selalu
siap sedia pulpen di tas yang mudah dijangkau bersama dokumen-dokumen
penting lainnya adalah hal yang harus diperhatikan ketika bepergian
keluar negeri, sebab tiap kali memasuki imigrasi akan ada banyak hal
yang harus kita isi.
Disini
saya kebetulan bertemu dengan orang Malaysia (note: sepanjang
perjalanan KLIA ke Melbourne, hanya saya dan 1 orang dari Malaysia ini
yang berjilbab) yang mengantri pulpen ke saya. Setelah mengisi travel
history dan declaration, saya berlajut ke imigrasi. Luar biasa,
imigrasinya panjang sekali. Saya berkali-kali melihat jam tangan sambil
harap-harap cemas saya tidak tertinggal bus Greyhound yang akan
mengantarkan saya ke Canberra jam 12 siang nanti.
Declare
Imigrasi di Australia terkenal sangat
'ketat', jadi jika kamu bawa sesuatu yang kamu sendiri ragu-ragu apakah
itu diizinkan atau tidak, lebih baik 'declare' saja daripada terlalu PD
lalu ternyata itu nggak boleh dan imbasnya kamu di denda dengan nominal
yang cukup besar. Mereka nggak peduli kamu punya uang atau enggak, tapi
kalau kamu salah ya kamu harus bayar denda.
Selesai
dari imigrasi sekitar pukul 10.30 dan saya masih harus declare karena
saya bawa obat pilek sih sebenernya. Di bagian declare ini, nggak
main-main mereka memakai anjing pelacak, jadi kalau bawa daging ya
benar-benar ketahuan. Setelah aman, akhirnya saya keluar dari bandara
dan saya sempat melihat ibu-ibu yang beradu mulut dengan pihak imigrasi
karena membawa sesuatu tetapi tidak declare.
Ketika
melihar arloji sudah pukul 11.00 akhirnya saya lari ke tourism center
dan minta dicarikan informasi transportasi yang menuju Canberra hari itu
juga. Yoo, saya udah susun itinerary dari Indonesia kudu naik apa dan apa setelah dari bandara. Semua plan saya tulis dan saya kasih kertas ke mas resepsionis (mukanya mirip orang korea ^^) di Best of Victoria Travel Center.
Sayang, the only one seperti yang saya duga sebelumnya adalah Greyhound jam 12.00 yang hampir saya nggak mungkin mendapatkannya.
Jleb! Seketika rasanya pengin nangis di tempat. Ini gimana kok bisa gini? Mau ngadu ke siapa lagi, nggak ada yang dikenal. Nangis juga nggak memberikan solusi, karena di sini saya di tuntut untuk berani. Iya, berani jalan sendiri, berani dengan segala konsekuensi, berani memutuskan dalam waktu sepersekian detik. Iya, semuanya sekarang saya harus menyelesaikannya sendiri.
Pilihan terakhir adalah naik pesawat terbang dengan harga hampir 500 AUD. Saya nggak mungkin membeli tiket pesawat, itu lebih dari setengah dari total uang yang saya bawa dan bisa-bisa saya tidak bisa pulang ke Indonesia nantinya.
Ketinggalan Bus terakhir ke Canberra
Coret-coretan itin saya |
Sayang, the only one seperti yang saya duga sebelumnya adalah Greyhound jam 12.00 yang hampir saya nggak mungkin mendapatkannya.
Jleb! Seketika rasanya pengin nangis di tempat. Ini gimana kok bisa gini? Mau ngadu ke siapa lagi, nggak ada yang dikenal. Nangis juga nggak memberikan solusi, karena di sini saya di tuntut untuk berani. Iya, berani jalan sendiri, berani dengan segala konsekuensi, berani memutuskan dalam waktu sepersekian detik. Iya, semuanya sekarang saya harus menyelesaikannya sendiri.
Pilihan terakhir adalah naik pesawat terbang dengan harga hampir 500 AUD. Saya nggak mungkin membeli tiket pesawat, itu lebih dari setengah dari total uang yang saya bawa dan bisa-bisa saya tidak bisa pulang ke Indonesia nantinya.
Akhirnya saya memutuskan untuk naik Greyhound esok paginya dan meminta
tolong untuk di booking-kan sekaligus dicarikan penginapan di dekat
Southern Cross. Yap, Greyhound ticket sudah ditangan dan booking hostel
juga sudah di tangan.
Ketemu Orang Indonesia
Istirahat sebentar di bangku bandara, dan saya menyapa dua orang yang duduk di sebelah saya setelah saya dengar mereka ngobrol dengan bahasa Indonesia.
"Mas orang Indonesia ya mas?" tanya saya.
Mereka berdua langsung menoleh ke saya dan langsung tersenyum.
"Mbak dari Indo juga ya?" jawabnya.
"Nungguin orang mas?" lanjut saya
"Iya, saya jemput ibu saya" jawab masnya sambil mantau monitor CCTV di atas
"Mbak mau kemana?" tanya omnya ke saya
"Mau ke Canberra. Tapi saya nginep dulu di hostel dekat Southern Cross. Udah lama disini?" jawab saya
"Saya 3 bulan" jawab mas-nya
"Kalau saya sudah jadi permanent Resident di Australia" jawab om-nya.
Akhirnya cerita berlanjut jadi sejak kapan si om di Melbourne sampe gimana cerita bisa dapet kewarganegaraan Australia. Karena saya kepo nanya-nanya, akhirnya gantian saya ditanya-tanya. Mau apa ke Australia, berapa lama, dan mau kemana aja.
Over all, nice to met Indonesian people in other country. Berasa dunia yang serba bahasa Inggris akhirnya bisa ngomong dengan bahasa ibu, hhehe.
Southern Cross
Selanjutnya yang harus saya lakukan adalah naik Sky Bus dari bandara menuju ke Southern Cross Station, dan selanjutnya saya cukup jalan kaki menuju ke Melbourne Backpacker Connection Hostel di King Street.
Wah, ini pertama kali saya jalan di Australia sendiri. Takut? hhehe lebih tepatnya saya hanya bertanya pada diri sendiri, berapa jauh saya harus nyasar sampai saya menemukan hostel saya di King Street.
Untuk menyeberang jalan, saya cukup perhatikan orang-orang di sekitar saya. Saya perlu tekan tombol untuk pejalan kaki dulu, lalu tunggu sampai lampu berwarna hijau dan saya boleh menyeberang. Lohh, tapi itu kok jalan pas lampunya merah? Hmm, jadi kalau sepi boleh aja nyeberang walaupun merah.
Saya masih mengenakan baju dengan jaket merah tebal sepanjang jalan, hingga mungkin orang-orang memperhatikan saya dan menyangka saya orang aneh. Bukan karena saya hijabi, tapi karena pakai jaket tebal saat suhu hampir 30. Ah entahlah saya gak peduli, fokus saya saat ini adalah menemukan hostel untuk segera istirahat.
Ini pertama kalinya saya jalan nggak tau mana jalan yang benar atau salah, dan sepanjang jalan megangin peta.
Iyaa.. nyasar!! lebih tepatnya muter kemana-mana karena gak bisa baca peta, dan lebih parah lagi saya gak paham gimana cara mencari nomor rumah cuma berdasarkan instruksi jalan. Apa saya harus jalan sepanjang jalan buat cari nomor rumah itu?
Akhirnya saya sapa orang di tengah jalan dan bertanya "Do you know, where is King Street" yang pada akhirnya saya diajari cara membaca peta.
Saya jalan lagi mecari King Street tujuan saya. Woahh puanas sekali, sampe keringetan. Saya bertanya-tanya ini Spring apa Summer -_- Yap saya berakhir di persimpangan dan bertanya lagi "How to find number 205". Wah, saya buka orang Melbourne, katanya. Tapi kemudian orang itu menjelaskan, kamu bisa lihat plang "King St" itu, disitu ada nomor 1-100 dst. Karena yang kamu lewati itu nomornya lebih kecil, berarti kamu masih perlu jalan lurus lagi but don't cross the street, katanya.
Then, saya masih harus jalan lagi.. iya, lagi! Dan saya mulai sadar kalau sepatu saya bermasalah, karena kaki saya sedari tadi mulai terasa sakit.
Ketemu Orang Indonesia
Istirahat sebentar di bangku bandara, dan saya menyapa dua orang yang duduk di sebelah saya setelah saya dengar mereka ngobrol dengan bahasa Indonesia.
"Mas orang Indonesia ya mas?" tanya saya.
Mereka berdua langsung menoleh ke saya dan langsung tersenyum.
"Mbak dari Indo juga ya?" jawabnya.
Meski orang bilang Indo, saya akan tetap bilang 'INDONESIA' karena itu cara saya menghargai Indonesia, dan karena Indo maknanya masih terlalu luas.
"Nungguin orang mas?" lanjut saya
"Iya, saya jemput ibu saya" jawab masnya sambil mantau monitor CCTV di atas
"Mbak mau kemana?" tanya omnya ke saya
"Mau ke Canberra. Tapi saya nginep dulu di hostel dekat Southern Cross. Udah lama disini?" jawab saya
"Saya 3 bulan" jawab mas-nya
"Kalau saya sudah jadi permanent Resident di Australia" jawab om-nya.
Akhirnya cerita berlanjut jadi sejak kapan si om di Melbourne sampe gimana cerita bisa dapet kewarganegaraan Australia. Karena saya kepo nanya-nanya, akhirnya gantian saya ditanya-tanya. Mau apa ke Australia, berapa lama, dan mau kemana aja.
Over all, nice to met Indonesian people in other country. Berasa dunia yang serba bahasa Inggris akhirnya bisa ngomong dengan bahasa ibu, hhehe.
Southern Cross
Selanjutnya yang harus saya lakukan adalah naik Sky Bus dari bandara menuju ke Southern Cross Station, dan selanjutnya saya cukup jalan kaki menuju ke Melbourne Backpacker Connection Hostel di King Street.
Sky Bus |
Untuk menyeberang jalan, saya cukup perhatikan orang-orang di sekitar saya. Saya perlu tekan tombol untuk pejalan kaki dulu, lalu tunggu sampai lampu berwarna hijau dan saya boleh menyeberang. Lohh, tapi itu kok jalan pas lampunya merah? Hmm, jadi kalau sepi boleh aja nyeberang walaupun merah.
Southern Cross Coach Bus Station |
Ini pertama kalinya saya jalan nggak tau mana jalan yang benar atau salah, dan sepanjang jalan megangin peta.
Iyaa.. nyasar!! lebih tepatnya muter kemana-mana karena gak bisa baca peta, dan lebih parah lagi saya gak paham gimana cara mencari nomor rumah cuma berdasarkan instruksi jalan. Apa saya harus jalan sepanjang jalan buat cari nomor rumah itu?
Akhirnya saya sapa orang di tengah jalan dan bertanya "Do you know, where is King Street" yang pada akhirnya saya diajari cara membaca peta.
Saya jalan lagi mecari King Street tujuan saya. Woahh puanas sekali, sampe keringetan. Saya bertanya-tanya ini Spring apa Summer -_- Yap saya berakhir di persimpangan dan bertanya lagi "How to find number 205". Wah, saya buka orang Melbourne, katanya. Tapi kemudian orang itu menjelaskan, kamu bisa lihat plang "King St" itu, disitu ada nomor 1-100 dst. Karena yang kamu lewati itu nomornya lebih kecil, berarti kamu masih perlu jalan lurus lagi but don't cross the street, katanya.
Then, saya masih harus jalan lagi.. iya, lagi! Dan saya mulai sadar kalau sepatu saya bermasalah, karena kaki saya sedari tadi mulai terasa sakit.
Melbourne for one night
Dengan
ketinggalan bus ke Canberra artinya saya punya waktu 1 hari untuk
mengelilingi Melbourne yang terkenal sangat menarik, tapi saya urungkan
karena saya terlalu lelah dan suhu siang itu mencapai 30 derajat
celcius. Saya memilih stay di kamar, sibuk berkoneksi dengan internet,
makan siang dengan Indomie yang saya masak di dapur umum.
Melbourne tepat di depan hostel jam 7.30 pm (King Street) |
Melbourne will remember me how the first time of going somewhere by myself. Nervous, of course! Getting lost, yes I did! But, I hope I can visit Melbourne again one day for my PhD or anything else, then I can walks around enjoying beautiful places here.
0 comments